Rabu, 12 Februari 2014

Sistem Rujukan balik Rumah Sakit pada Puskesmas


Ide membuat rujukan balik dari RS ke puskesmas didasarkan pemikiran saya untuk menghemat biaya yang dikeluarkan pasien/program BPJS, menghemat waktu tempuh ke balai kesehatan, tepat fasilitas, tepat penanganan dan tepat obat. Rujuk balik sangat diperlukan saat ini demi menekan biaya yang dikeluarakan pasien, kenapa biaya dapat ditekan? Karena yang semestinya cukup/sudah bisa ditangani oleh puskesmas teryata masih ditangani oleh RS, tentu saja disini RS dengan protap yang ada tidak memungkinkan merujuk balik pada puskesmas.
Lebih mahalnya RS dibandingkan dengan puskesmas dapat dimaklumi karena peralatan, sumber daya manusia, fasilitan bangunan dan penunjang lainya lebih komplek dari pada puskesmas. Kompleknya RS membawa kosenkuasi biaya oprasional yang sangat besar. Imbasnya tentu saja harga pelayanan kesehatan yang didapat pasien lebih mahal apalagi jika pasien yang seharusnya tidak perlu rawat inap tetapi mendapat penangan yang mengharuskan rawat inap.
Pasien apakah yang bisa dirujuk balik oleh suatau rumah sakit ke puskesmas? Tentu prinsip perujukan berlandasan bahwa pasien itu sudah mampu ditangani oleh puskesmas. Contoh kasus seseorang mengalami diare parah kehilangan banyak cairan tubuh  sehingga memerlukan rawat inap. Setelah keadaan pasien pulih dan diizinkan pulang maka bisa diberikan rujukan balik untuk kontrol ke puskesmas. Tidak perlu lagi harus datang jahu-jahu ke rumah sakit untuk kontrol mengingat puskesmas sudah  mampu menangani. Pasien yang mendapat rujuk ke puskesmas pasti juga senang karena tidak perlu melakukan perjalanan jahu. Keefektifan waktu lebih baik serta lebih tepat penangan, tepat fasilitas, tepat obat dan biaya pasti dapat ditekan.
Permasalan-nya disini pemerintah harus siap karena kita tahu puskesmas berada di naungan dinas kesehatan, jadi pemerintah harus menyiapkan apa saja persaratan yang harus dipenuhi RS untuk bisa rujuk ke puskesmas. Selain itu puskesmas tipe apa saja yang dapat menerima rujukan, sehinga perlu dipilah lagi menjadi beberapa kelompok rujukan. Seperti suatu penyakit dapat ditangani di puskesmas “A” tetapi tidak boleh jika puskesmas “B” atau penyakit batuk bisa di tangani di setiap puskesmas.
Campur tanggan pemerintah sangat penting bisa atau tidaknya program ini berjalan. Pemerintah perlu membuat tim kecil, paling tidak berangotakan (perwakilan) dari kementrian kesehatan, badan penyelengara jaminan kesehatan, ikatan dokter Indonesia (IDI), perhimpunan rumah sakit seluruh Indonesia (PERSI) dan kementrian kordinator bidang perekonomian. Tugas tim kecil ini mengaji secara mendalam tentang kemungkinan dilaksanakannya rujuk balik. Jika diyatakan dapat dijalankan atau berpotensi berhasil. Tahap berikutnya mengambil sempel dari beberapa RSUD di jawa, kalimatan, irian jaya, sumatra dan sulawesi untuk menjalankan program. Setelah program berjalan kurang lebih tiga bulan dilakukan evaluasi, dimana saja kendala dan kekuranganya.
Dalam evaluasi yang dilakukan dianalisa apa yang menjadi kendala selama tiga bulan program berjalan. Setelah semua data didapat dan teridifikasi faktor apa saja yang berpengaruh. Kemudian dilakukan sidang (musyawarah) untuk menentukan sikap apa yang harus diambil untuk mengatasi masalah.. Sikap yang diambil dari tim di uji lagi selama satu bulan serta diefaluasi, akhirnya dijadikan laporan untuk dipersentasikan pada mentri kesehatan. Keputusan akhir ditanggan mentri kesehatan perlu tidaknya dilanjutkan program rujuk balik di seluruh Indonesia.




Maaf sebesar-besarnya jika saran saya kurang berkenang di hati semuanya
Semoga dapa memberikan sedikit pencerahan untuk kita semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar